KEUTAMAAN SHALAT BERJAMAAH
SHALAT BERJAMA’AH
KEUTAMAAN SHALAT
a. Mencegah perbuatan keji dan munkar
Allah Ta’ala berfirman:”Sesungguhnya shalat itu mencegah dari segala kekejian dan kemunkaran” (al ankabuut [49]: 45).
b. Melebur dosa-dosa kecil
Bersabda
Rasulullah SAW:”Bagaimana pendapat kalian jika sebuah sungai mengalir
di muka pintu salah seorang di antara kalian dan kalian mandi di
dalamnya tiap hari lima kali. Masihkah ada kotoran tertinggal di tubuh
kalian?” Jawab shahabat:”Tidak!” Maka Rasulullah SAW
bersabda:”Demikianlah shalat lima waktu; Allah menghapus dosa-dosa
kalian dengannya” (HR. Bukhary dan Muslim).
Seorang
lelaki telah mencium wanita. Maka dia datang kepada Rasulullah SAW
untuk menyerahkan urusan tersebut. Maka Allah Ta’ala menurunkan satu
ayat:”Tegakkanlah shalat pada pagi dan sore serta waktu
malam. Sesungguhnya kebaikan itu dapat menghapus dosa-dosa.” Orang itu
kemudian bertanya:”Apakah hukuman itu khusus untuk aku?” Rasulullah SAW
menjawab:”Untuk semua ummatku” (HR. Bukhary dan Muslim).
Rasulullah SAW bersabda:”Shalat lima waktu,
Jum’at dengan Jum’at sebagai penebus dosa-dosa yang terjadi antara
waktu itu, selama tidak melakukan dosa-dosa besar” (HR. Muslim).
LARANGAN MENINGGALKAN SHALAT FARDHU
Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada Kaum Muslimin untuk menjaga shalatnya. Firman-Nya:”
Dalam hakikatnya, sesungguhnya batas pembeda yang sangat tegas antara seorang Muslim dengan orang kafir adalah shalatnya.
Jika seseorang menunaikan shalat, maka dia adalah Muslim. Sebaliknya,
jika seseorang meninggalkan shalat, maka hakikat sesungguhnya dia telah
terjerumus dalam kekafiran. Rasulullah SAW mengingatkan:”Sesungguhnya
batas yang memisahkan seseorang dengan kekufuran hanyalah shalatnya,
Barangsiapa yang meninggalkan shalat berarti dia telah kafir” (HR.
Muslim).
Dalam peringatannya yang lain, Rasulullah SAW bersabda:”Ikatan janji di antara kami dengan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkan shalat, berarti dia kafir” (HR. At Tirmidzi).
Seorang ulama tabi’in, Syaqiq Bin Abdullah berkata:”Para shahabat Nabi
SAW tiada memandang satu amal apabila ditinggalkan menyebabkan seseorang
terjerumus dalam kekafiran, kecuali shalat” (Tirmidzi).
SHALAT BERJAMA’AH
1. Keutamaan
Islam mensyari’atkan kepada ummatnya untuk berjama’ah
dalam kehidupan ini. Allah Ta’ala berfirman:”Dan berpeganglah kamu
semua kepada tali (agama) Allah secara berjama’ah …” (Ali Imran [3]:
103).
Rasulullah SAW juga bersabda:”Wajib atas kamu berjama’ah. Tangan Allah bersama berjama’ah” (HR. Muslim).
Dalam kehidupan, Islam mensyari’atkan kepada ummatnya untuk berjama’ah. Demikian pula dalam melaksanakan ibadah shalat. Rasulullah SAW menunjukkan kepada kita keutamaan shalat berjama’ah dibandingkan dengan shalat sendirian:”Shalat berjama’ah lebih utama duapuluh tujuh derajat daripada shalat sendirian” (HR. Bukhary dan Muslim).
Mengapa shalat berjama’ah lebih utama duapuluhtujuh derajat daripada shalat sendirian?
Rasulullah SAW telah menjelaskan dibandingkan:”Yang demikian itu karena
jika seseorang menyempurnakan wudhu’ kemudian keluar menuju masjid,
maka tiada dia melangkahkan kaki selangkah melainkan terangkat satu
derajat dan dihapukan dosanya. Ketika dia shalat selalu dido’akan para Malaikat selama dia berada di tempatnya dan tidak berhadats” (HR. Bukhary dan Muslim).
2. Hikmah
a. Menghindarkan diri dari jajahan syaithan
Di
antara hikmah shalat berjama’ah adalah menghindarkan diri dari jajahan
syaithan. Sabda Rasulullah SAW:”Tiada terdapat tiga orang yang berkumpul
baik di dusun, di hutan atu di kota; kemudian tidak menjalankan ibadah shalat berjama’ah, melainkan mereka telah dijajah oleh syaithan” (HR. Abu Dawud).
b. Tidak diterkam kemaksiatan dan kejahiliyahan
Hikmah shalat yang
lainnya adalah menghindarkan diri kita dari serigala kemaksiatan dan
kejahiliyahan. Rasulullah SAW telah berpesan:”Kerjakanlah shalat berjama’ah! Sesungguhnya serigala itu hanya dapat menerkam kambing yang jauh terpencil dari teman-temannya” (HR. Abu Dawud).
3. Larangan meninggalkan shalat berjama’ah
Demikian keutamanya shalat berjama’ah
di masjid, sehingga seseorang yang buta datang kepada Rasulullah SAW
dan berkata:”Ya Rasulullah, tiada seorang penuntun bagiku untuk menuju
masjid. Maka, ijinkanlah aku untuk shalat di rumah”. Rasulullah
SAW mengijinkannya. Tetapi ketika orang itu bangkit dari tempat duduknya
untuk berjalan pulang, Rasulullah SAW memanggil kembali dan
bertanya:”Apakah kamu mendengar suara adzan untuk shalat?” Jawabnya:”Ya!” Sabda Rasulullah SAW:”Jika demikian, engkau harus daytang menyambutnya” (HR. Muslim).
Demikian pula, ketika Abdullah Bin Ummi Maktum berkata:”Ya Rasulullah,
kota Madinah ini banyak binatang buas dan jahat”. Maka Rasulullah Saw
menjawab:”Hayya ‘alash shalah, hayya ‘alal falaah? Jika kamu mendengar,
maka datanglah ke mari!” (HR. Abu Dawud).
Mereka yang mendapatkan halangan untuk menunaikan shalat berjama’ah seperti kebutaan serta rintangan berupa binatang buas, tetap diperintahkan Rasulullah SAW menghadiri shalat berjam’ah;
selama mereka mendengar seruan adzan. Terlebih lagi bagi mereka yang
sama sekali tidak menemui hambatan untuk berangkat menunaikan shalat berjama’ah.
Sampai-sampai Rasulullah Saw berpesan:”Demi Allah yang jiwaku berada di
tangan-Nya! Saya ingin menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu api,
kemudian aku perintahkan mu’adzin untuk mengumandangkan adzan. Kemudian
aku perintahkan seseorang untuk menjadi imam bagi orang-orang banyak.
Sedangkan saya akan pergi menuju rumah orang-orang yang tidak mendatangi
shalat berjama’ah dan akan aku bakar rumah mereka beserta penghuninya” (HR. Bukhary dan Muslim).
Demikian pentingnya shalat berjama’ah, sampai-sampai Rasulullah SAW berkeinginan untuk membakar rumah orang yang tidak menunaikan ibadah shalat berjama’ah
tanpa adanya udzur; bahkan dibakar beserta isinya. Orang-orang seperti
ini di masa Rasulullah SAW, yaitu yang enggan menunaikan shalat
berjama’ah di masjid, sebenarnya hanyalah orang-orang munafiq yang telah
jelas-jelas kemunafiqannya. Ibnu Mas’ud RA berkata:”Sungguh, dahulu
pada masa Rasulullah SAW tiada seorangpun yang tertinggal dari shalat berjama’ah
kecuali orang-orang munafiq yang jelas kemunafiqannya. Sungguh, ada
kalanya seseorang itu sampai dihantar menuju masjid dengan didukung oleh
dua orang sebalah kanan dan kirinya untuk ditegakkan dalam barisan
shaf” (HR. Muslim).
4. Berjalan ke masjid
Kaum Muslimin disyari’atkan untuk melaksanakan shalat wajib di masjid, sedangkan shalat sunnah
dapat dilaksanakan di rumah. Allah Ta’ala menyediakan pahala yang besar
bagi mereka yang berjalan ke masjid untuk menunaikan shalat.
Sabda Rasulullah SAW:”Barangsiapa pergi pada pagi atau sore hari menuju
masjid, maka Allah menyediakan baginya hidangan di surga setiap dia
pergi baik sore ataupun pagi hari” (HR. Bukhary dan Muslim).
Salah satu indikator kuatnya iman di dalam dada seorang Muslim adalah
langkah kakinya menuju masjid. Rasulullah SAW bersabda:”Jika kamu
melihat seseorang yang biasa ke masjid, maka saksikan olehmu bahwa ia
beriman. Sebagaiman firman Allah Ta’ala:”Sesungguhnya yang memakmurkan
masjid itu hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir” (HR.
At Tirmidzi).
Langkah kaki kita menuju masjid sendiri merupakan hitungan pahala yang
besar dari Allah Ta’ala. Langkah pertama berfungsi menghapus dosa,
sedangkan langkah berikutnya menaikkan derajat. Rasulullah SAW
berfirman:”Barangsiapa yang bersuci di rumahnya, kemudian berjalan
menuju masjid untuk menunaikan shalat fardhu, maka semua
langkahnya dihitung. Langkah yang satu untuk menghapus dosa dan langkah
berikutnya untuk menaikkan derajat” (HR. Muslim).
Begitu indah keutamaan berjalan menuju masjid, sampai-sampai salah
seorang shahabat Anshar yang rumahnya sangat jauh dari Masjid tetap
berjalan dengan istiqamahnya. Bahkan dia tidak pernah terlambat untuk
menunaikan shalat fardhu di masjid. Salah seorang shahabat
memberikan usulan kepadanya:”Seandainya kamu membeli keledai sebagai
kendaraan di waktu gelap atau panas”. Maka shahabat Anshar tersebut
malah menjawab:”Saya tidak ingnin kalau rumahku berada di sebelah
masjid. Saya ingin tercatat dalam amal kebaikanku adalah perjalananku
menuju masjid dan kembalinya aku menuju rumah keluargaku”. Rasulullah
SAW kemudian mengomentari orang tersebut:”Allah Ta’ala telah
mengumpulkan bagi kamu semua itu” (HR. Muslim).
Bani Salamah pernah berniat untuk memindahkan rumah di dekat Masjid
Nabawi, karena suasana sekitar masjid masih sepi. Mendengar hal itu,
Rasulullah SAW bertanya:”Saya dengar kalian akan pindah dekat dengan
masjid?” Maka Bani Salamah menjawab:”Benar, ya Rasulullah. Kami
menghendaki seperti itu”. Maka Rasulullah SAW bersabda:”Wahai bani
Salimah! Tetaplah kalian di kampung kalian, karena akan tercatat untuk
kalian amal-amal kalian pada bekas-bekas langkah kakimu itu”. Dengan
nasihat Rasulullah SAW tersebut, maka Bani Salamah mengurungkan niatnya
untuk berpindah dekat Masjid Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW telah bersabda pula:”Sesungguhnya sebesar-besar pahala yang akan diterima manusia dalam masalah shalat adalah mereka yang paling jauh jarak perjalanannya” (HR. Bukhary dan Muslim).
5. Menantikan Shalat
Jika adzan telah memanggil, maka tidak ada yang dapat kita lakukan kecuali memenuhi panggilannya untuk segera shalat. Kita harus menghentikan aktifitas kita, dan kemudian beranjak bersiap-siap shalat. Sehingga kita tidak tertinggal dalam shalat. Rasulullah SAW:”Barangsiapa ingin bertemu Allah sebagai seorang Muslim, maka dia harus benar-benar menjaga shalat pada waktunya ketika terdengar suara adzan” (HR. Muslim).
Ibnu Mas’ud RA pernah bertanya kepada Rasulullah SAW:”Apakah amal
perbuatan yang utama?” Maka Rasulullah Saw menjawab:”Shalat tepat pada waktunya” (HR. Bukhary dan Muslim).
Rasulullah SAW mengajak Kaum Muslimin untuk menanti shalat, bukan sebaliknya, shalat menantikan kehadiran kita. Sabda beliau:”Senantiasa seseorang itu dianggap dalam keadaan shalat, selama dia tertahan oleh menantikan shalat. Tidak ada yang menahannya untuk kembali ke rumahnya hanya semata-mata karena menantikan shalat” (HR. Bukhary dan Muslim).
Demikian pula, ketika seseorang tetap berada di tempatnya dalam masjid
setelah menunaikan shalatnya. Para Malaikat akan mendo’akan dirinya
dengan do’a:”Ya Allah berilah ampunan baginya. Ya Allah, kasihanilah
dia” (HR. Bukhary).
Maka sudah semestinya apabila kita bersegera menuju masjid ketika
mendengar suara adzan. Dan ketika selesai menunaikan shalat, usahakan
untuk tidak terburu-buru meninggalkan masjid. Demikianlah adabnya.
6. Shaf pertama
Itsar merupakan akhlaq yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Itsar adalah
mendahulukan kepentingan saudaranya daripada kepentingan dirinya
sendiri, meskipun sebenarnya dia sendiri masih membutuhkannya. Tetapi
yang perlu difahami adalah, itsar itu sunnah untuk hubungan mu’amalah.
Sedangkan untuk ibadah mahdhah, seperti shalat, itsar itu
justru makruh. Sehingga, kita diperintahkan untuk mengambil posisi shaf
pertama dalam shalat berjama’ah. Jangan kita justru mempersilakan untuk
menempati shaf pertama yang seharusnya kita tempati. Makruh hukumnya.
Demikianlah Rasulullah SAW menyebutkan keutamaan shaf pertama dalam
sabdanya:”Andaikan saja orang-orang itu mengetahui betapa besar pahala
orang yang mendatangi adzan dan mengambil posisi shaf pertama.
Seandainya untuk mendapatkan tempat itu mereka harus diundi, tentu
mereka akan berundi untuk memperolehnya” (HR. Bukhary dan Muslim).
Memang sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah shaf terdepan, sedangkan
seburuk-buruk shaf laki-laki adalah yang paling belakang. Dan sebaliknya
untuk wanita. Rasulullah SAW bersabda:”Sebaik-baik shaf lelaki adalah
yang terdepan dan yang terbusuk adalah yang paling belakang. Sebaik-baik
shaf wanita adalah yang terakhir dan yang paling busuk adalah shaf
terdepan” (HR. Muslim).
0 komentar:
Posting Komentar
Give your comment :::